KALENDAR KULIAH PENGAJIAN SURAU AN-NUR

Sunday, January 4, 2009

'Dosen-Dosen' Fakultas Kehidupan

Di kampus saya dulu, sebuah perguruan tinggi negeri di Malang, Jawa Timur, saya memiliki beberapa 'dosen' yang sangat banyak mengajar makna hidup. Salah satunya adalah pengemis tua. Meski sekedar pengemis, bagi saya dia seorang guru yang telah mengajarkan lebih banyak daripada yang saya kira.
Saya sering menyapanya & duduk di samping tongkat penyangga salah satu kakinya yang lumpuh. Jarang sekali saya dapat memberikan sesuatu kepadanya, maklumlah, uang bulanan seringkali terkuras untuk kertas gambar, pensil warna, & rapido.
Saat saya duduk di sampingnya, biasanya dia mengajarkan saya beberapa doa. Suaranya yang pelan & terbata-bata membuat saya tak pernah dapat mengerti doa apa yang diucapkannya. dia juga selalu mendoakan saya agar cepat lulus kuliah.
Matanya berbinar-binar saat memanjatkan doa, termasuk saat mengajarkan doa kepada saya. Senyum & binar mata itu masih saya ingat. di sana ada semangat untuk membagi semua yang ia ketahui kepada orang lain. Mengapa mereka yang memiliki begitu sedikit mampu memberi begitu banyak?
Saya juga masih ingat, kebiasaannya membawa sebuah tas kecil yang selalu tampak menggelembung saat berjalan mengelilingi kampus. Ada rasa penasaran, apa isi dalam tas yang selalu mengiringi langkahnya itu?
Rasa penasaran itu kemudian terjawab di musholla kampus. Kopiah hitam, baju koko, & sehelai sarung yang serba lusuh itulah yang selama ini memenuhi tas kumalnya itu. Dengan semua kesederhanaan itulah dia menghadap Rabb-nya 5 kali sehari, tepat pada waktunya. Wajah tua yang legam karena matahari itu tampak begitu bersih & tenang karena hasrat bertemu Penciptanya.
Saya cuma bisa tergugu waktu itu, mengingat betapa seringnya saya shalat dengan pakaian seadanya yang tidak saya yakini kebersihannya & betapa jauhnya saya dari kebiasaan melaksanakan shalat tepat waktu seperti bapak tua itu.
Satu lagi 'dosen' fakultas kehidupan saya adalah seorang bapak penjual sandal jepit. setiap hari hari, dari pagi hingga sore dia selalu berdagang di jalan kecil samping kampus, termasuk hari minggu. Allahu rabbi, di usia yang telah demikian senja dia harus berjuang demikian keras. Berangkat & pulang hanya dengan berjalan kaki dari kampungnya di bantaran Kali Brantas.
Setiap kali saya menghampirinya, dia selalu sedang asyik membaca kitab kecil berisi doa-doa & surah Yaasin di samping dagangannya. Bibirnya tak pernah alpa menyebutkan asma Allah, ingatannya tak pernah lali dari mengingat Allah, sebuah sikap yang jarang sekali saya bawa ketika sedang bekerja.
Ketika saya masih kuliah dulu, setiap makan siang di kantin, saya selalu menemukan dia sedang khusyuk bersimpuh di dalam musholla kecil di depan kantin. Selalu tepat waktu, dia menutup dagangannya dengan selembar plastik & menahannya dengan batu begitu mendengar adzan dzuhur, sementara saya memilih untuk menunda shalat setelah berlama-lama makan & ngobrol dengan teman-teman saya.
Di tengah keterbatasan-keterbatasannya, saya melihat dia mempunyai kesabaran yang sangat tinggi. Dia dengan sabar mencarikan sandal jepit yang cocok bagi calon pembelinya, & tetap sabar ketika orang itu tidak jadi membeli sandal jepitnya.
Kesabaran itu menjadi mulia karena ia merupakan tanda kesetiaannya menanti rahmat-Nya. Sabar & shalat, 2 kata yang sering beriringan di dalam Al-Quran, saya temukan pula beriringan dalam diri seorang tua ini. Sementara saya, dengan masalah-masalah kecil masih saja tidak dapat bersabar dalam shalat & selalu menuntut doa saya terkabul dalam sekejap. Mengapa saya yang telah memperoleh begitu banyak masih menunutut begitu banyak?

oleh : Yulia Eka Putrie/Suara Hidayatullah (edisi Jun 2008)

No comments: